Sabtu, 11 April 2009

Renungan

Untuk Direnungkan ....(bukan sebuah judul)

Seandainya Alloh menyuruh kaum muslimin untuk bikin satu harokah saja, pasti gak ada banyak harokah seperti sekarang. Tapi ternyata Alloh membolehkan adanya beberapa harokah, seperti dalam firman-Nya : “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, meyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali Imran 104).

Masalah yang muncul hanya karena ada kekeliruan dalam mensikapi perbedaan. Terutama dalam tatanan metode dakwah. Padahal perbedaan ini dibolehkan Islam. Karena dibangun dari dalil-dalil yang bersifat dzhan (sangkaan) yang memungkinkan adanya beda pemahaman. Ada yang ikut pemilu, ada juga yang nggak. Ada yang berorientasi pada dakwah fardhiyah (individu) seperti pembenahan dalam akidah atau akhlak, ada juga yang terjun ke dunia politik. Waktu yang akan berbicara metode mana yang lebih tepat, efektif, efisien, dan tentunya sesuai syariat untuk membangkitkan Islam dan kaum muslimin di seluruh dunia.

By The Way, kita udah sama-sama dewasa untuk menyikapi perbedaan dengan sikap terbaik seperti yang dicontohkan tauladan kita, Rosululloh SAW. Di antaranya :

1. Kedepankan persamaan.

Kita nggak ragu lagi kalo teman-teman yang bergabung dalam harokah itu pasti muslim. Status muslim Itu bisa jadi titik awal langkah untuk menjalin persaudaraan antar harokah, bukankah setiap muslim itu bersaudara, bahkan ada hadits yang menyatakan belum sempurna iman seseorang sebelum dia mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri (dah pada tau kan??).

Kita yakin donk kalo para pengemban dakwah yang ikhlas itu nggak mungkin saling menjatuhkan atau mencelakakan saudaranya yang berbeda harokah. Kenapa kita nggak saling kerjasama dalam dakwah ini. Apa karena beda pola pikir? Semua orang pasti beda pola pikirnya, walaupun mereka satu harokah, bukan tidak mungkin dalam satu harokah pun ada perbedaan. Ya nggak?? Makanya kita bias kan lebih mengedepankan persamaan kita sebagai sesame muslim.

2. Gerakan anti fitnah.

Fitnah itu lebih kejam dari pembunuhan. Orang dibunuh langsung mati kalo ajalnya udah sampe. Tapi orang difitnah bakal butuh waktu lama untuk memulihkan nama baiknya. Bisa jadi sampe seumur hidup. Nah, biar gak jadi fitnah, bagusnya kita ngasih informasi sebatas yang kita tahu. Jangan belagu, es te alias sok tahu. Kalo ada yang nanya tentang harokah lain, kita bisa ajak atau tunjukin dia ke pihak lain yang berwenang untuk menjawab pertanyaannya.

3. Ikhlas dalam berdiskusi.

Kita boleh aja adu argumen dengan teman beda harokah. Karena Islam juga nyuruh kita nyari pendapat yang lebih kuat dari sisi dalil dan faktanya. Tapi perlu dicatat atau digaris bawahi trus ditebelin pake stabile ijo biar nggak lupa, kita kudu ikhlas pas diskusi. Bener-bener nyari kebenaran, bukan pembenaran atas ide harokah kita. Ingat deh….bisa jadi pendapat kita benar, tapi ada kemungkinan salah. Pendapat orang lain salah, tapi ada kemungkinan benar. Dengan begitu diharapkan kita bisa buka mata, telinga, dan hati biar kita bisa menerima kebenaran. Nggak emosional (nih sifat anak kecil). Meski itu berbeda dengan pendapat kita selama ini.

4. Menyatukan tujuan.

Ada pepatah bilang banyak jalan menuju Roma. Tapi bakal kacau beliau kalo Roma yang dimaksud beda-beda. Makanya, kudu ada keasamaan tujuan agar terjalin kerjasama sekaligus persaudaraan. Yaitu, menegakkan hukum Alloh di muka bumi ini. Nggak cuma di satu negara. Akur kaann??

Oke deh, kayaknya kita udah cukup gede untuk menerima adanya perbedaan dalam pola operasioanl dakwah harokah. Dan kita juga harus bisa menyikapinya dengan pikiran yang dewasa juga tanpa sifat emosional. Agenda perjuangan kita masih panjang. Waktu, tenaga, dan pikiran kita bakal terbuang percuma kalo hanya capek ngurusin perbedaan itu.

Sementara musuh-musuh Islam enak-enakan nguras saudara-saudara kita, dan memaksakan aturan kufur mereka yang bikin kita sengsara. Dan mereka tertawa di atas perpecahan kita. Napa sih kita ga bisa kek yahudi (cuma contoh) laknatulloh atas mereka, mereka sekarang berhasil menguasai dunia dengan kerja keras mereka, mereka berhasil memecah belah kita, apa kita ga sadar itu? Ayo donk bangkit jangan mau kita diperalat untuk keberhasilan mereka. Wake Up guys…mereka semakin berhasil. Ayo kita bersatu untuk melawan musuh Islam. Mari kita kumandangkan dakwah, jalin ukhuwah meski beda harokah. ALLOHU AKBAR!!!

bahagia

Meraih Kebahagiaan Sejati


Kebahagiaan adalah mimpi setiap orang. Ia dirindukan namun sering tak kunjung datang. Hingga manusia selalu tergerak untuk meraih kebahagiaan itu. Dengan demikian, meski ada penderitaan, pada dasarnya manusia cenderung untuk mendambakan kebahagiaan.

Manusia memang seharusnya bahagia. Bahagia adalah sebuah pilihan. Meski manusia tak jarang ditimpa musibah bahkan secara beruntun, ia tetap bisa merasakan bahagia. Artinya, ada pilihan ketika manusia merasakan kondisi seperti itu. Apakah ia akan tetap berada dalam penderitaan tersebut atau memilih untuk tidak tenggelam dalam penderitaan tersebut. Justru penderitaan itu ia gunakan sebagai pijakan untuk merasakan kebahagiaan.

Seorang penyair dan sufi besar bernama Sa’di Syirazi pernah merasakan kesedihan dalam hatinya karena ia kehilangan sepatu. Ia menderita. Hingga pada suatu saat berada di Masjid Kufah, ia melihat seseorang yang telah kehilangan kedua kakinya. Namun, orang tersebut tak terlihat menderita.

Sa’di kemudian merasakan perasaan yang lain. Ia memang masih tak punya sepatu namun ia tak lagi menderita. Ia kemudian bersujud kepada Allah SWT dengan penuh rasa syukur. Perasaan Sa’di berubah atas musibah yang ia alami.

Agama telah menyatakan, supaya manusia tidak berduka dengan apa yang hilang dari mereka dan tidak terlalu bersuka ria dengan apa yang datang kepadanya. Kebahagiaan yang sejati adalah kepuasan menerima apa yang Allah takdirkan. Termasuk di dalamnya ketika ditimpa kehilangan. Meski banyak orang yang terpaku dengan sebuah kehilangan yang menimpanya.

Mereka mengalami missing tile syndrome atau sindroma genteng hilang. Pada suatu ketika seseorang melihat atap rumahnya, dilihatnya atap itu lengkap. Pada saat berikutnya, orang itu melihat ada satu genteng yang hilang di atap rumahnya. Orang itu terus memikirkan genteng yang hilang itu. Melupakan semua genteng bagus yang masih berada di atap rumah. Ini membuatnya menjadi menderita. Ini pun terjadi dalam kehidupan. Jika seseorang terus memusatkan pada sesuatu yang hilang, tentu tak akan membuatnya bahagia.

Menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya juga menjadi tangga mencapai kebahagiaan. Karena tujuan akhir dari semua perintah Allah adalah untuk meraih kebahagiaan. Allah menyuruh manusia untuk ruku dan sujud serta berbuat kebaikan agar manusia bahagia. “Siapa yang berpaling dari peringatan-Ku, dia akan mendapatkan penghidupan yang sempit.” (QS. 20: 124).

Selain itu, tak semestinya kebahagiaan itu dinikmati sendiri. Jika meneladani Nabi Muhammad SAW, maka seorang Muslim tak akan memonopoli kebahagiaan tersebut. Sebab, Nabi Muhammad SAW pernah menyatakan merupakan amal yang paling utama jika membuat orang lain bahagia.

chandra


Myquran.com

Kamis, 09 April 2009

Ketika Cinta Memilih

Ketika Cinta Harus Memilih


Ketika kita didudukan dalam situasi untuk memilih, tentu naluri kemanusiaan kita akan memilih yang terbaik (best of the best). Lalu bagaimana jika justru ketika pilihan tersebut tidak ada yang memenuhi kriteria kita, haruskah kita tinggalkan dan mencari pilihan lain? Bagaimana jika seandainya pilihan tersebut mutlak yang terakhir? Dan bagaimana jika seandainya pilihan tersebut adalah suatu keputusan yang justru berimplikasi terhadap masa depan kita? Bagaimana seandainya jika justru pilihan tersebut adalah ujian dari Allah Swt sebagai wujud dari kasih sayang-Nya terhadap kita?

Banyak cerita di sekeliling kita yang dapat dijadikan bahan renungan tentang makna pilihan, dan buntutnya tentu masalah cinta. Jangan berpikiran sempit dulu tentang cinta itu sendiri. Cinta bukan hanya cinta antara pasangan suami istri (pasutri), atau cinta antara anak dan orang tua, namun juga termaktub cinta kepada suatu barang, misalnya buku dan lainnya. Bahkan ada seseorang yang sangat mencintai idola-nya, entah itu seorang artis atau aktor film.

Bukan suatu kebetulan jika saya mengetengahkan makna cinta ini kok sepertinya berhubungan dengan hari 'valentine' yang sebentar lagi tiba. Jujur saja saya sudah tidak ambil pusing dengan perayaan tersebut semenjak saya tahu bahwa perayaan hari valentine itu sangat jauh dari nilai islami. Bagi saya, cinta itu bersifat universal yang berhak dimiliki dan dinikmati oleh setiap makhluk hidup di bumi Allah ini tanpa batas waktu dan jarak.

Lalu, bagaimana jika kita dihadapkan kepada suatu keharusan untuk memilih satu dari dua pilihan yang ada? Sudahkah kita memaknai bahwa pilihan tersebut adalah yang terbaik menurut Allah Swt untuk kita, bukan sebaliknya.

Suatu kali pernah seorang teman bercerita tentang kehidupan rumah tangganya yang bermasalah. Namun sayangnya hal tersebut dijadikan alasan oleh sang teman untuk membalas-dendam dengan, maaf, berselingkuh dengan orang lain. Saya pun kerap bertanya kepada diri saya sendiri, bukankah ketika kita memutuskan menikahi pasangan kita adalah suatu pilihan yang pasti terbaik dari segala pilihan yang ada?

Tapi tunggu dulu, terbaik menurut siapa?

Allah Swt menganugerahi setiap manusia sebuah bonus yang bernama 'akal', mengapa saya katakan 'bonus' karena selain manusia, makhluk lain (hewan dan tumbuhan) tidak dianugerahi hal yang sama. Selain itu, sebagai manusia kita pun dianugerahi 'titel' khalifah (di bumi) oleh Allah Swt.

"Dia-lah yang menjadikan kamu khalifah-khalifah di muka bumi". (Faathir:39)

Kembali kepada cerita seorang teman di atas, salahkah dia dengan pilihan hatinya? Salahkah dia ketika meresa kecewa karena pilihannya ternyata jauh dari apa yang dia impikan? Atau ketika dia diberikan pilihan, sudahkah dia memutuskan memilihnya dengan atas nama Allah?

Suami selalu mengingatkan saya untuk tidak terlalu mencintainya kalau bukan karena Allah Swt, karena ketika suatu saat Allah memanggil suami, tidak ada lagi cinta dan tempat bernaung yang tersisa, karena kesemua cinta yang ada sudah dibawanya pergi. Namun, ketika ketika kita mencintainya atas nama Allah, badai rintangan apapun yang menghadang, kita masih dapat berlindung di bawah kasih sayang-Nya karena hanya Allah Swt yang mampu memberikan kesempurnaan perlindungan.

Keputusan sang teman untuk berselingkuh, jelas meletakkan nafsu di atas akal. Bukan hanya tidak akan memecahkan masalah, bahkan akan menambah masalah baru. Akal pun dikorbankan atas nama nafsu semata.

Saya teringat ketika adzan maghrib berkumandang, sebagian kita mungkin sedang asyik menyimak berita demonstrasi di sebuah liputan berita nasional di televisi. Dan pilihan kembali disorongkan kepada diri kita. Mematikan televisi dan langsung berwudhu atau mentolerir diri kita dengan 'pembenaran', tokh beritanya tinggal lima menit, dan terus menonton. Kembali akal pun kita korbankan atas nama 'tinggal lima menit' ketika kita diberikan suatu pilihan di hadapan kita.

Bangun di waktu subuh ketika adzan berkumandang adalah satu pilihan terberat bagi sebagian orang yang lemah iman. Ketika orang lain sudah melangkah menuju surau/masjid di sisi lain kita mungkin masih enggan beranjak dari dalam selimut. Tidak hiraukan seruan dari surau.... ash shalatu khairun minan naum...

****

Cinta kepada orang lain melebihi cinta kepada suami, cinta kepada liputan berita daripada mendirikan sholat maghrib dan cinta kepada kehangatan selimut kita daripada bergegas ke surau adalah suatu pilihan yang diberikan Allah Swt bagi kaum yang berakal. Sudahkah kita termasuk ke dalam orang-orang yang berakal? Sudah pantaskah kita menjadi khafilah di bumi Allah ini?

Marilah kita bersegera sujud memohon ampun kehadirat-Nya atas segala keterlenaan kita dan atas keterbiusan kita akan gemerlap duniawi yang sebenarnya tiada kekal. "Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah)." (Al-Baqarah:269)

Lalu, cinta manakah yang akan Anda pilih? Wallaahu'alam bishshowab.

(Rosanti K Adnan/yose@ratelindo.co.id)


eramuslim.com

5 Pelajaran Penting

Sahabatku, di MyQ, Beberapa waktu yang lalu, saya mendapatkan sebuah email, dari teman kakak saya, di Malang. Lumayan bagus, dan menyentuh. Bercerita tentang 5 pelajaran penting. Kurang lebih begini isi emailnya.

---------------------------

Pelajaran Penting–1 : Semuanya Penting

Pada bulan ke-2 diawal kuliah saya, seorang Profesor memberikan quiz mendadak pada kami. Karena kebetulan cukup menyimak semua kuliah-kuliahnya, saya cukup cepat menyelesaikan soal-soal quiz, sampai pada soal yang terakhir. Isi Soal terakhir ini adalah : Siapa nama depan wanita yang menjadi petugas pembersih sekolah ?

Saya yakin soal ini cuma "bercanda". Saya sering melihat perempuan ini. Tinggi, berambut gelap dan berusia sekitar 50-an, tapi bagaimana saya tahu nama depannya..?

Saya kumpulkan saja kertas ujian saya, tentu saja dengan jawaban soal terakhir kosong.

Sebelum kelas usai, seorang rekan bertanya pada Profesor itu, mengenai soal terakhir akan "dihitung" atau tidak. "Tentu Saja Dihitung !!" kata si Profesor. "Pada perjalanan karirmu, kamu akan ketemu banyak orang. Semuanya penting !. Semua harus kamu perhatikan dan pelihara, walaupun itu cuma dengan sepotong senyuman, atau sekilas "hallo" !

Saya selalu ingat pelajaran itu. Saya kemudian tahu, bahwa nama depan ibu pembersih sekolah adalah "Dorothy".

Pelajaran Penting-2 : Penumpang yang Kehujanan

Malam itu, pukul setengah dua belas malam. Seorang wanita negro rapi yang sudah berumur, sedang berdiri di tepi jalan tol Alabama. Ia nampak mencoba bertahan dalam hujan yang sangat deras, yang hampir seperti badai. Mobilnya kelihatannya lagi rusak, dan perempuan ini sangat ingin menumpang mobil.

Dalam keadaan basah kuyup, ia mencoba menghentikan setiap mobil yang lewat. Mobil berikutnya dikendarai oleh seorang pemuda bule, dia berhenti untuk menolong ibu ini. Kelihatannya si bule ini tidak paham akan konflik etnis tahun 1960- an, yaitu diskriminasi ras pada saat itu. Pemuda ini akhirnya membawa si ibu negro selamat hingga suatu tempat, untuk mendapatkan pertolongan, lalu mencarikan si ibu ini taksi.

Walaupun terlihat sangat tergesa-gesa, si ibu tadi bertanya tentang alamat si pemuda itu, menulisnya, lalu mengucapkan terima kasih pada si pemuda. 7 hari berlalu, dan tiba-tiba pintu rumah pemuda bule ini diketuk Seseorang. Kejutan baginya, karena yang datang ternyata kiriman sebuah televisi set besar berwarna (pada tahun 1960-an !) khusus dikirim kerumahnya. Terselip surat kecil tertempel di televisi, yang isinya adalah :

"Terima kasih nak, karena membantuku di jalan Tol malam itu. Hujan tidak hanya membasahi bajuku, tetapi juga jiwaku. Untung saja anda datang dan menolong saya. Karena pertolongan anda, saya masih sempat untuk hadir disisi suamiku yang sedang sekarat... hingga wafatnya. Tuhan memberkati anda, karena membantu saya dan tidak mementingkan dirimu pada saat itu"

Tertanda
Ny. Nat King Cole

Catatan : Nat King Cole, adalah penyanyi negro tenar thn. 60-an di USA

Pelajaran penting ke-3 : Selalulah perhatikan dan ingat, pada semua yang anda layani.

Di zaman es-krim khusus (ice cream sundae) masih murah, seorang anak laki-laki umur 10-an tahun masuk ke Coffee Shop Hotel, dan duduk di meja. Seorang pelayan wanita menghampiri, dan memberikan air putih dihadapannya.

Anak ini kemudian bertanya " Berapa ya,... harga satu ice cream sundae ?" katanya. "50 sen..." balas si pelayan.

Si anak kemudian mengeluarkan isi sakunya dan menghitung dan mempelajari koin-koin di kantongnya....

"Wah... Kalau ice cream yang biasa saja berapa ?" katanya lagi.

Tetapi kali ini orang-orang yang duduk di meja-meja lain sudah mulai banyak... dan pelayan ini mulai tidak sabar.

"35 sen" kata si pelayan sambil uring-uringan. Anak ini mulai menghitungi dan mempelajari lagi koin-koin yang tadi dikantongnya.

"Bu... saya pesen yang ice cream biasa saja ya..." ujarnya.

Sang pelayan kemudian membawa ice cream tersebut, meletakkan kertas kuitansi di atas meja dan terus melengos berjalan. Si anak ini kemudian makan ice-cream, bayar di kasir, dan pergi.

Ketika si Pelayan wanita ini kembali untuk membersihkan meja si anak kecil tadi, dia mulai menangis terharu. Rapi tersusun disamping piring kecilnya yang kosong, ada 3 buah koin 10-sen dan 5 buah koin 1-sen.

Anda bisa lihat... anak kecil ini tidak bisa pesan Ice-cream Sundae, karena tidak memiliki cukup untuk memberi sang pelayan uang tip yang "layak" ......

Pelajaran penting-4 : Penghalang di Jalan Kita

Zaman dahulu kala, tersebutlah seorang Raja, yang menempatkan sebuah batu besar di tengah-tengah jalan. Raja tersebut kemudian bersembunyi, untuk melihat apakah ada yang mau menyingkirkan batu itu dari jalan.

Beberapa pedagang terkaya yang menjadi rekanan raja tiba ditempat, untuk berjalan melingkari batu besar tersebut. Banyak juga yang datang, kemudian memaki-maki sang Raja, karena tidak membersihkan jalan dari rintangan. Tetapi tidak ada satupun yang mau melancarkan jalan dengan menyingkirkan batu itu.

Kemudian datanglah seorang petani, yang menggendong banyak sekali sayur mayur. Ketika semakin dekat, petani ini kemudian meletakkan dahulu bebannya, dan mencoba memindahkan batu itu kepinggir jalan. Setelah banyak mendorong dan mendorong, akhirnya ia berhasil menyingkirkan batu besar itu.

Ketika si petani ingin mengangkat kembali sayurnya, ternyata ditempat batu tadi ada kantung yang berisi banyak uang emas dan surat Raja. Surat yang mengatakan bahwa emas ini hanya untuk orang yang mau menyingkirkan batu tersebut dari jalan.

Petani ini kemudian belajar, satu pelajaran yang kita tidak pernah bisa mengerti. Bahwa pada dalam setiap rintangan, tersembunyi kesempatan yang bisa dipakai untuk memperbaiki hidup kita.

Pelajaran penting-5 : Memberi, ketika dibutuhkan

Waktu itu, ketika saya masih seorang sukarelawan yang bekerja di sebuah rumah sakit, saya berkenalan dengan seorang gadis kecil yang bernama Liz, seorang penderita satu penyakit serius yang sangat jarang. Kesempatan sembuh, hanya ada pada adiknya, seorang pria kecil yang berumur 5 tahun, yang secara mujizat sembuh dari penyakit yang sama. Anak ini memiliki antibodi yang diperlukan untuk melawan penyakit itu.

Dokter kemudian mencoba menerangkan situasi lengkap medikal tersebut ke anak kecil ini, dan bertanya apakah ia siap memberikan darahnya kepada kakak perempuannya. Saya melihat si kecil itu ragu-ragu sebentar, sebelum mengambil nafas panjang dan berkata "Baiklah... Saya akan melakukan hal tersebut.... asalkan itu bisa menyelamatkan kakakku".

Mengikuti proses tranfusi darah, si kecil ini berbaring di tempat tidur, disamping kakaknya. Wajah sang kakak mulai memerah, tetapi Wajah si kecil mulai pucat dan senyumnya menghilang. Si kecil melihat ke dokter itu, dan bertanya dalam suara yang bergetar... katanya "Apakah saya akan langsung mati dokter... ?"

Rupanya si kecil sedikit salah pengertian. Ia merasa, bahwa ia harus menyerahkan semua darahnya untuk menyelamatkan jiwa kakaknya.

Lihatlah... bukankah pengertian dan sikap adalah segalanya.... ?

Pilihan anda memang cuma 2
1. Delete e-mail ini
2. Forward ke siapa saja yang anda kasihi....

Bekerjalah seolah anda tidak memerlukan uang,
Mencintailah seolah anda tidak pernah dikecewakan,

-------------------------------

Menurut kalian, gimana isi emailnya?, Semoga menjadi pelajaran bagi kita semua. Kirimkanlah, ke manapun anda suka.

tonitegarsahidi


Myquran.com

Ajari ku pejantan tangguh

Ajari Aku 'Tuk Jadi Pejantan Tangguh


Huwaaa...!!!

Kaget karena terbangun jam 9 pagi. Ini nih resiko, kalau habis sholat Subuh molor lagi. Sempat ngedumel juga dalam hati, kok istri nggak bangunkan dari tadi sih? Karena teriakan sendiri, anak yang masih tidur juga langsung terbangun dan menangis, wuaah...

Lalu buru-buru ke kamar mandi, byur... byur... Nggak pakai acara nyanyi-nyanyi, seperti kebiasaan kalau lagi mandi. Berhubung mandinya super kilat, tentu saja pasti ada bagian tubuh yang kurang mengkilap. Istri yang sedang ngasih sarapan pagi untuk anak cuma senyum-senyum, sambil bernyanyi kecil.

Mandi pagi tidak biasa
Mandi sore ya sama saja
Tidak mandi sudah biasa
Badan bau luar biasa

Grrrh...!!!
Gimana sih, udah heboh begini malah diledek. Sebagai suami nggak mau dong diledekin sama istri, karena itu langsung ngasih perintah, "Udah, siapin bentou sana!" Tak lupa wajah dibuat seram. Eh, doi nggak takut, malah cekikikan, hi... hi... hi...

Tak lupa ngeledek lagi, "Makanya pacaran sama Neng Kokom jangan sampai malam." Duuh, udah bingung begini karena khawatir telat dan takut sama sensei, malah diajak becanda. Reseh juga nih!

Akhirnya semua kelar juga dan akan langsung keluar rumah. Telah sampai di depan pintu, istri sempat teriak, "Idih, mau langsung berangkat. Lupa ya?"

Apaan sih? Kok jadi telmi begini. Emang benar, tergesa-gesa itu perbuatan setan, hingga semua kebiasaan jadi terlupakan. Oh iya! Balik lagi, muah... muah... buat istri dan buah hati tercinta.

Tak lupa istri berkata, "Nah gitu dong, jangan awal-awal nikah saja muah-muahnya," katanya sambil kembali cekikikan.

Grrrh...!!!
Pakai acara disindir lagi. Duuh Gusti Allah, tabahkan hamba-Mu ini.

***

Wah, ternyata hari ini memang kurang bersahabat. Kesiangan ke kampus dan di luar hujan turun dengan deras. Tapi nekat, maju tak gentar menerobos hujan. Karena angin yang bertiup kencang, rangka payung jadi patah. Masih untung pakai jaket walau tak urung sebagian tubuh jadi basah. Duuh, ada apa sih hari ini, mengeluh dalam hati.

Fuih...
Akhirnya dengan masih terengah-engah, tiba juga di ruang seminar. Walaupun teman-teman sudah berkumpul, tapi sensei belum juga datang. Kadang mikir, kalau sama sensei kok takut telat ya, tapi sholat kok selalu terlambat? Tapi sholat kan waktunya panjang, ntar juga bisa. Lagipula Allah juga Maha Pemaaf, berkata dalam hati untuk membenarkan diri sendiri.

Tak lama, seorang laki-laki umuran yang selalu mengenakan kacamata tebal dengan bingkai berwarna hitam serta rambut di kepala yang sebagian sudah hilang pun datang. Serempak, seluruh penghuni ruangan mengucapkan salam seraya sedikit menundukkan kepala.

Setelah itu, waktu pun berjalan dengan sangat lamban. Entah apa yang dijelaskan oleh teman-teman yang lagi presentasi. Duuh, sudahlah menggunakan bahasa Jepang, ditambah lagi ngomongnya cepat sekali. Alhasil, lebih banyak bengong daripada mengerti. Kenapa mereka enggak pakai bahasa Inggris saja ya? Kan setidaknya bisa lebih dipahami. Wah, ngeluh lagi. Tapi, kok malah nyalahkan orang, salah sendiri ngapain kuliah di Jepang!

Syukurlah, akhirnya selesai juga. Kalau lebih lama, mungkin sudah tertidur di kursi. Lalu ke ruangan lab, buka komputer untuk cek email.

Gedubrak...!!!
Banyak banget email yang masuk hari ini, padahal baru semalam dihapus. Orang Indonesia memang sifatnya ramah dan hobi ngobrol, apalagi kalau udah 'ngompol'. Semua seakan-akan jadi pakar, dan merasa pendapatnya yang paling benar. Sibuk sih sibuk, tapi ngobrol selalu jalan terus. Lalu asyik membaca email sambil minum secangkir teh hangat.

Uhuk... uhuk...
Jadi kaget hingga keselek, karena ternyata sensei sudah berdiri di samping meja belajar. Mungkin karena keasyikan menelaah kalimat demi kalimat di setiap email, jadi tidak menyadari kehadiran beliau. Tak banyak yang dikatakannya, selain hanya meletakkan setumpuk lembaran kertas yang penuh coretan berwarna merah sambil mengatakan kalau perbaikannya harus selesai malam ini juga.

Walah, ngerjain banget nih. Emang enak bikin jurnal? Sudahlah masalah grammar kadang membingungkan, belum lagi ide yang harus dijabarkan dengan pembuktian yang benar. Duuh, akhirnya mengeluh lagi.

Sekelebat pikiran melayang, membayangkan istri dan anak di rumah. Ah, pasti mereka lagi enak-enakan. Kulkas yang penuh beraneka ragam makanan, bisa jadi cemilan buat dimakan. Kalau ngantuk, tinggal tidur. Apalagi dingin-dingin seperti ini, pasti lebih enak meringkuk di dalam selimut. Enggak mesti suntuk menghadapi buku-buku dan berpuluh-puluh jurnal yang harus dirujuk. Wah, jangan-jangan istri dan anak benaran lagi tiduran setelah kenyang makan cemilan. Uh, jadi iri!

Karena puyeng dengan segala macam teori yang menjejali otak, akhirnya merebahkan kepala di atas meja belajar. Sebentar melepaskan rasa penat dan kesuntukan.

***

Langit berubah kelam, tak lama gerimis menyibak celah-celah hitamnya awan. Sebentar saja, hujan turun dengan derasnya mengurapi bumi. Dalam hujan, desau angin terdengar kencang sekali. Beberapa kali pula, halilintar menggelegar dan memekakkan telinga. Aku pun segera berlari dan berteduh di emperan pertokoan di dekat sebuah terminal. Bergabung dengan begitu banyak wajah-wajah yang juga tampak mengeluh karena hujan menghambat mereka untuk segera pulang ke rumah.

Namun...
Terdengar kecipak-kecipak kaki menyibak genangan air, dan kemudian terlihat wajah-wajah mungil yang berseri-seri. Tampak bocah-bocah kecil mengenakan kaos yang sedikit robek dan bercelana pendek, serta tak sedikit yang bertelanjang dada. Kaki-kaki tanpa alas itu berlari mengejar bus-bus yang baru tiba seraya berteriak, "Payung... payung...!!!"

Mereka juga berlari dengan semangat ke sana ke mari sambil menggenggam payung yang berukuran besar dibandingkan dirinya sendiri. Kulihat mereka meminjamkan payung besarnya itu setelah tawar menawar kepada yang ingin menggunakan jasanya. Setelah memberikan payungnya, mereka berlari di belakang dan mengikuti orang yang menyewa dengan langkah-langkah kecil setengah berlari.

Tak urung mereka terlihat menggigil kedinginan karena hujan sebesar butiran jagung menimpa tubuh kecilnya. Sehingga, berkali-kali diusapnya air hujan yang membasahi wajah dan sekujur tubuhnya. Walaupun paras wajahnya tampak pucat, namun kulihat senyum mereka tetap mengembang. Setelah menerima uang, lantas mereka berlari untuk mencari orang yang mau meminjam payungnya kembali.

Anak-anak payung yang selalu muncul di musim hujan itu sama sekali tak kulihat mengeluh, karena bagi mereka memang tak ada waktu untuk itu. Padahal belum saatnya bagi mereka di usia yang masih begitu muda kalau harus mencari uang demi keluarga atau kebutuhan sekolah.

Aku tersenyum menyaksikan kegigihan mereka sambil menahan malu di dada. Betapa banyak nikmat dan rezeki yang telah diterima selama ini tak membuatku tambah bersyukur, malah menghabiskan waktu dengan lebih banyak mengeluh. Padahal apa sih yang kurang? Rasanya aku tak terlalu tangguh untuk menghadapi setiap permasalahan yang muncul, karena hanya bisa mengeluh dan selalu mengeluh.

Bocah-bocah kecil itulah sesungguhnya pejantan-pejantan tangguh. Mereka tak pernah ragu dan mengeluh karena harus menantang kehidupan yang keras serta terkadang angkuh. Aku kembali tersenyum lalu bergumam seraya menatap mereka, "Ajari aku 'tuk jadi pejantan tangguh."

Ups...
Tanpa sadar, terpal plastik yang melindungiku dari hujan tak mampu lagi menampung air. Tali yang mengikat terpal pada rangka itupun terlepas, dan aku yang berlindung di bawahnya menjadi basah. Dengan gelagapan aku berlari menjauhinya, namun...

"Okinasai... okinasai..." terdengar suara entah di mana, karena terdengar begitu pelan. Mataku mengerjap-ngerjap dan masih setengah sadar. Mimpi tentang kehidupan pejantan-pejantan tangguh di Jakarta pun perlahan buyar, lalu kembali ke dunia nyata. Samar-samar, tampak seraut wajah yang berkacamata tebal dengan bingkai berwarna hitam, dan kepalanya sedikit botak sambil memegang sebuah botol berisi sisa minuman mineral.

Huwaaa...!!!

Wallahu a'lamu bish-shawaab.

Abu Aufa
ferryhadary@yahoo.com

Catatan:
Sensei= professor atau pembimbing penelitian
Bentou= kotak bekal yang berisi makanan
Neng Kokom= plesetan untuk komputer
Ngompol= ngomong politik
Okinasai... okinasai...= ayo bangun


eramuslim